Kenapa Logo Sederhana Lama-Lama Enak di Mata


contoh logo sederhana, logo sederhana, contoh logo, logo biasa jadi istimewa, karya biasa jadi istimewa, contoh karya biasa
Sumber: unsplash.com


Beberapa bulan terakhir ini, salah satu aplikasi yang berhasil menggerakkan perekonomian bangsa, yaitu GOJEK, telah melakukan proses rebranding produknya. Perubahan cukup signifikan terjadi pada logo yang mereka gunakan.


logo baru gojek, logo gojek, logo gojek yang baru, arti logo gojek, makna logo gojek yang baru, desain logo gojek baru
Sumber: gojek.com


Logo baru tersebut terlihat lebih minimalis, sesuai dengan tren logo dan desain dalam beberapa tahun terakhir. Dan seperti kebiasaan yang terjadi ketika ada hal baru yang coba dikenalkan, logo baru GOJEK ini juga mendapat banyak sanjungan dan kritikan.

Beberapa sanjungan yang saya amati rata-rata mengatakan bahwa logo ini mewakili bisnis GOJEK yang sekarang bergerak di banyak bidang: Satu aplikasi untuk banyak fungsi.

Dan kritikan yang saya amati rata-rata mengatakan bahwa logo baru ini terkesan digarap dengan riset yang kurang jauh. Karena ditemukan beberapa logo dari brand lain yang sangat mirip.

Ya, sanjungan dan kritikan adalah hal yang biasa dalam hal apapun yang terjadi. Tapi saya yakin, lama kelamaan logo GOJEK yang baru ini akan bisa diterima dengan baik, sesuai dengan topik yang akan saya bahas di tulisan kali ini.

●●●

Pertanyaan ini muncul dan saya pikirkan sekitar dua minggu lalu: Kenapa ya logo yang di awal kemunculannya terlihat biasa saja dan bahkan tidak menarik, lama-lama jadi enak dilihat?

Jika saya ingat-ingat, sebenarnya itu tidak hanya terjadi pada logo atau karya dalam bentuk grafis saja, tapi juga terjadi pada karya dalam bentuk suara atau audio.

Saya ingat ketika masih SMP dulu, Peterpan merilis album barunya yang sekaligus jadi Original Soundtrack (OST) dari film Alexandria. Bahkan saya rela menyisihkan uang jajan demi bisa membeli albumnya dalam bentuk kaset (in memoriam), karena sangat puas dengan semua lagu yang ada di album Bintang di Surga, dan juga sudah tidak sabar lagi kalau harus menunggu diputar di radio.


album peterpan alexandria, album alexandria, cover alexandria, cover peterpan alexandria
Sumber: wikipedia


Lagu pertama dari susunan album itu adalah 'Tak Bisakah'. Kesan pertama yang saya dapat adalah "Kok kurang cocok di telinga saya ya". Justru saya mendapat kecocokan di lagu-lagu lainnya seperti 'Jauh Mimpiku' misalnya.

Tapi, karena saking seringnya lagu itu diputar di radio maupun di televisi, akhirnya lagu 'Tak Bisakah' yang sempat saya anggap tidak cocok di telinga, perlahan mulai saya nyanyikan hampir setiap hari saat itu.

●●●

Kejadian serupa saya alami lagi, kali ini dalam karya grafis. Tepatnya logo baru dari klub sepak bola asal Italia, Juventus.

Juventus melakukan langkah yang cukup berani dengan mengubah total logo klub mereka yang sudah bertahan selama belasan tahun, yang memiliki ciri khas selalu menyematkan gambar kuda jingkrak. Mereka memutuskan menggunakan logo baru dengan gaya minimalis (terlalu minimalis bahkan menurut saya untuk ukuran sebuah klub sepak bola), dengan hanya menampilkan huruf 'J' sesuai dengan inisial mereka.

logo simpel juventus, logo minimalis juventus, logo juventus
Sumber: pinterest.com


Lalu, seiring berjalannya waktu, ketika logo itu ditampilkan di jersey yang digunakan para pemain untuk bertanding di lapangan, muncul di berbagai artwork yang dibuat oleh para illustrator sepak bola yang handal, ditampilkan dalam jas para pemain yang bersifat formal, logo yang saya anggap terlalu minimalis tadi ternyata bagus juga ketika diaplikasikan di banyak medium.

●●●

Karena penasaran dengan apa jawaban dari pertanyaan yang muncul ini, saya secara spontan langsung tergerak untuk mencari teman diskusi yang mungkin bisa memberikan jawaban. Kebetulan dalam beberapa minggu terakhir sebelum pertanyaan itu muncul, saya sedang cukup aktif membaca tulisan-tulisan di blog Pak Surianto Rustan (http://www.suriantorustan.com/). Beliau adalah seorang desainer dan dosen yang sudah menghasilkan banyak buku seputar desain dalam bahasa Indonesia.

Berbekal alamat email yang beliau cantumkan di blog pribadinya, saya beranikan diri untuk membuka percakapan dan diskusi melalui email mengenai pertanyaan ini.

Ternyata harapan saya untuk mendapatkan respon dan berdiskusi dengan beliau terwujud. Selang satu hari, email saya dibalas oleh beliau. Dan berlangsunglah diskusi singkat kami berdua melalu email untuk membahas pertanyaan saya yang cakupannya jadi lebih luas: Kenapa sebuah karya yang di awal terasa biasa, lama kelamaan jadi terasa bagus?

Karena kami berdua belum menemukan teori atau kajian ilmiah yang bisa menjawab pertanyaan tersebut, akhirnya kami sampai pada jawaban yang berdasarkan dari pepatah Jawa :

"Witing tresno jalaran soko kulino"

Pepatah tersebut jika diartikan intinya mirip dengan ungkapan "Suka karena terbiasa". Karya dalam bentuk grafis, audio atau dalam bentuk lain yang bisa kita rasakan, lama kelamaan akan merasuk ke benak kita karena seringnya karya tersebut kita jumpai di berbagai kesempatan.

Susah dijelaskan memang, tapi karena kita terbiasa menjumpai karya-karya tersebut di kehidupan sehari-hari, akhirnya kita mulai mengingatnya dan mulai sepakat bahwa karya tersebut ternyata bagus juga untuk dinikmati. Apalagi jika sang pembuat karya tersebut memang sudah mempertimbangkan sedemikian rupa dalam proses pembuatannya bahwa karya tersebut akan bisa diterima dan dinikmati nantinya.

Memang jika sudah masuk ke urusan penilaian dari sebuah karya, sifatnya lebih ke arah subjektivitas dari masing-masing orang. Tapi menurut saya, selama sang pembuat karya tersebut berhasil menemukan titik tengah antara subjektivitas orang-orang dan idealismenya, maka hasilnya adalah sebuah karya yang akan dikenang dalam jangka waktu yang lama.


●●●


Baca juga tulisan terkait :

Mengamati Perubahan Logo Aplikasi GOJEK




Comments